Mengapa ya, hari ini mendung sekali? Itu ketentuan yang telah ada dari-Nya, kata teman di sebelah ku yang kira kira miringnya sama dengan aku. Nah, kok bisa saya dengan dia? Jawaban yang tidak perlu dibicarakan atau dinformasikan ke fihak lain. Mengapa? Tidak apa apa juga!
Persoalan yang dialami ini, dialami penulis, juga bagian dari masalah yang dimiliki oleh orang lain. Maka dari itu jangan ada informasi lagi. Untuk apa menulis ini? Untuk merekam sanubari agar sesuatu yang sama itu akan lebih optimal mbalelonya
. Biar tahu rasa saja.
Mendung itu jika dioftimalkan mendungnya sebenarnya berefek enak dan mengenakkan. Cuma biasanya yang merasa enak cuma orang yang biasa meresa enak, walaupun itu bukan untuk mengenakkan dirinya, biar sama sama enak, katanya. A ha,! Saya jadi iri dengana orang seperti mereka. Persoalannya , mengapa saya tidak jadi mereka juga , biar nggak mendung kaya' gini.
dalam sebuah puisi, tertulis seperti di bawah ini :
Suara hujan yang jatuh membuat gaduh langit-langit warung kopi. Jejeran foto-foto kerap buram oleh uap kopi yang naik melewati. Musik melankolis pelan-pelan mengisi ruangan.
Sementara jari-jari masih sibuk menekan abjad yang berserakan.
Lalu kamu datang.
Menutupi jejeran gambar, tak kabur oleh uap kopi yang mulai dingin,
dan terdiam.
Aku seakan dimanjakan
Oleh bibir tipis menirukan alun lagu yang diputar,
Oleh mata sayub yang mendamaikan,
Oleh wajah putih rupawan tanpa kerutan.
Sempat ingin pergi, aku pesan satu cangkir kopi lagi.
Tak mau luput dari setiap gerak yang kamu lakukan,
Tak mau melewatkan setiap senyuman.
Lalu seseorang lain datang.
Menutupi rupa yang penuh kesempurnaan, yang baru sejenak aku agungkan.
Setelah beberapa seduh kopi,
kamu pergi.
Dia pergi.
Dua cangkir putih kosong,
Sempat hangat oleh seseorang, duduk arah jam dua belas.
Pergi membawa kata-kata yang akan aku puisikan
Lalu tulisanku berhenti menari.
sumber : http://akukamudanawanmendung.blogspot.com/
Nah, itu masalahnya...sekarang saya ada di mana?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar