HERU SUBROTO, S.Pd. : Jika Harus Terpakasa Mondar Mandir-Sang Pujangga tetap tapaki Takdir, tuhan benar dengan janji-Nya

ESSAI

Dunia sastra Indonesia masih seperti dulu, kataku, dalam hati.
Dan aku tidak main-main dengan kata-kataku ini. Karena persoalannya : dengung dan kiprah para seniman sastra tidak lantang seperti era sebelumnya. Mungkin para pembaca membantah untuk soal ini, tetapi pembaca tetaplah membaca pikiran masing-masing...bukan pikiran orang lain. Di sinilah uniknya kita, tidak mengatakan apa-apa untuk mengatakan 'iya' dan tidak mengatakan iya untuk tidak berapa-apa, alasannya mencari makan

Nyali pulpen zaman perjuangan fisik tidak tergantikan (?) semua berkarya dengan kondisi pesanan masing-masing. Benarkah demikian? Entahlah, karena putih tetap putih (tuk dihitamkan?), dan hitam-tetap hitam karena semua berbentuk dengan maknanya masing-masing yang jelas. Tetapi bagaimana yang kabur?

Persoalan seperti ini jika menajdi susuk di batin kita masing-masing akan menulis sendiri nasib para tuannya. Aku pun dapat mengatakan jika-persoalannya dengan sastra-bahwa hidup cenderung dibawa ke arah petilasan leluhur...negeri antahberantah..........

Tidak ada komentar:

Entri Populer