Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin djandji
Aku sudah tjukup lama dengar bitjaramu
dipanggang atas apimu, digarami oleh lautmu
Dari mulai tgl 17 Agustus 1945
Aku melangkah kedepan berada rapat disisimu
Aku sekarang api, aku sekarang laut
Bung Karno ! Kau dan aku satu zat, satu urat
Di zatmu, di zatku, kapal2 kita berlajar
Di uratmu, di uratku, kapal2 kita bertolak & berlabuh
Kutipan
di atas adalah puisi karya penyair Chairil Anwar (1922-1949) berjudul
Perdjandjian Dengan Bung Karno yang ditulis tahun 1948. Naskah asli
tulisan tangan sang penyair itu masih tersimpan di Pusat Dokumentasi
Sastra HB Jassin.
Dalam versi aslinya itu, kata ”lama” pada baris
kedua tertulis mencuat dan terjepit di antara kata ”tjukup” dan
”dengar”. ”Aku sudah cukup ”lama” dengar bitjaramu....” Di bawah kata
itu terdapat contrengan. Ada kesan kata ”lama” sempat lupa
tercantumkan. Tentu ini hanyalah penafsiran atas teks asli. Yang jelas,
begitulah naskah asli puisi disimpan dan bisa kita nikmati sebagai
dinamika zaman perjuangan yang terekam lewat puisi, yang oleh HB Jassin
kemudian digolongkan sebagai Angkatan ’45.
Gelegak revolusi itu
terekam benar lewat tulisan tangan Chairil. Dan di sanalah, di Pusat
Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin, gelegak ”api” dan ”laut” Chairil
itu tersimpan. Sungguh memprihatinkan dokumentasi semangat zaman itu
dalam kondisi merana terbengkalai sekarang.
Sesudah Chairil Anwar
meninggal tahun 1949, karyanya menjadi rebutan para penerbit. Namun,
Chairil sudah mengumpulkan sendiri karya-karya sajaknya dan diserahkan
kepada PDS HB Jassin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar